Jumat, 09 Desember 2011

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

Pendidikan matematika realistic sangat dipengaruhi oleh ide Hans Frudenthal yakni matematika sebagai suatu bentuk aktivitas manusia, bukan sekedar obyek yang harus ditransfer dari guru ke siswa (Majalah PMRI, 2009:23). Berdasarkan pemikiran tersebut, matematika merupakan suatu proses pembelajaran yang harus melibatkan siswa sebagai subyek sehingga siswa sendiri yang bergerak melakukan aktivitas matematis. Oleh karena itu, dalam pembelajaran PMRI ini perlu adanya stimulus untuk dapat menghubungkan pengetahuan informal sebagai pengetahuan awal siswa yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari dengan pengetahuan formal matematika yang diperoleh di sekolah. Untuk itu, perlu adanya peran guru dalam hal menimbulkan stimulus yang berupa permasalahan realistic yang ada di kehidupan sehari-hari siswa dan mengaitkannya dengan pengetahuan formal matematika yang dipelajari di sekolah sehingga pembelajaran akan lebih bermakna untuk siswa.
Adapun karekteristik dari PMRI (Majalah PMRI, 2009:24) yaitu:
a.                  Penggunaan konteks dalam eksplorasi fenomenologis;
b.                  Penggunaan model untuk mengkontruksi konsep (matematisasi vertical dan horizontal);
c.                  Penggunaan kreasi dan kontribusi siswa;
d.                 Sifat aktif dan interaktif dalam proses pembelajaran;
e.                  Kesalingterkaitan antara aspek-aspek atau unit-unit matematika (intertwinement);
f.                   Ciri-ciri khas alam dan budaya Indonesia. 

Adapun bentuk standar pembelajaran PMRI (Majalah PMRI, 2009: 28) yakni sebagai berikut:
a.                  Pembelajaran dapat memenuhi tuntutan ketercapaian standar kompetensi dalam kurikulum;
b.                  Pembelajaran diawali dengan maslaah realistic sehingga siswa termotivasi dan terbantu dalam belajar matematika;
c.                  Pembelajaran member kesempatan pada siswa untuk mengeksplorasi masalah yang diberikan guru dan berdiskusi sehingga siswa dapat saling belajar dalam rangka pengkontruksian pengetahuan;
d.                 Pembelajaran mnegaitkan berbagai konsep matematika untuk membuat pembelajaran lebih bermakna dan membentuk pengetahuan yang utuh;
e.                  Pembelajaran diakhiri dengan refleksi dan konfirmasi untuk menyarikan fakta, konsep, dan prinsip matematika yang telah dipelajari dan dilanjutkan dengan latihan untuk memperkuat pemahaman.

Kemudian, bahan ajar PMRI memiliki standar (Majalah PMRI, 2009:29) sebagai berikut:
a.                                          Bahan ajar yang disusun sesuai dengan kurikulum yang berlaku;
b.                  Bahan ajar menggunakan permasalahan realistic untuk memotivasi siswa dan membantu siswa belajar matematika;
c.                  Bahan ajar memuat berbagai konsep matematika yang saling terkait sehingga siswa memperoleh pengetahuan matematika yang bermakna dan utuh;
d.                 Bahan ajar memuat materi pengayaan yang mengakomodasi perbedaan cara dan kemampuan berpikir siswa;
e.                  Bahan ajar dirumuskan/disajikan sedemikian sehingga mendorong/memotivasi siswa berpikir kritis, kreatif, dan inovatif, serta berinteraksi dalam belajar.
Menurut Bakker (Majalah PMRI, 2009:24) yang menyatakan bahwa untuk mendesain dan mengembangkan PMRI sebaiknya menggunakan guided reinvention (penemuan terbimbing), dimana dalam pembelajaran siswa harus diarahkan untuk menemukan strategi penyelesaian masalah dan didactical phenomenology yaitu guru perlu menggunakan masalah kontekstual untuk memperkenalkan konsep matematika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...